(Ilustrasi foto kotak pemilihan umum 2024)
Oleh Enest Pugiye, S.S
Nampaknya, keterlibatan setiap warga Papua dalam pemilu 2024 menjadi hal yang paling penting dan mendesak. Tentang pentingnya keterlibatan setiap warga ini sudah dinyatakan secara sistematis dengan mengikuti setiap tahapan pemulu yang diselenggarakan oleh pihak KPU. Adanya pembentukan badan adhoc pada 23 April sampai Mei 2024 merupakan satu tahapan penting untuk diikuti bersama secara damai. Kita sedang melibatkan dan dilibatkan diri dalam semua tahapan pemilu 2024-2029 untuk memaknai dunia demokrasi yang adil, damai dan bermartabat. Hal ini sudah terbukti bahwa ada sebanyak 2000-an lebih orang telah melibatkan diri dan dilibatkan secara damai dalam tahapan pembentukan adhoc ini.
Sementara itu, Ketua KPU Dogiyai
Elias Masaisu Petege dan bersama anggota-anggotanya juga sempat menerima syarat
dukungan pernyataan dari jalur independen pada Minggu 12/05/ 2024 di Kantornya.
Ada tiga bakal calon Bupati Dogiyai dari jalur independen yang sudah diterima dan
ditetapkan oleh pihak KPU ialah Ruben Magai danYoseph Dou, Yulius Kotouki dan Moses Magai, serta Matias Butu dan Frits
Agapa (baca Jubi Selasa, 14/05/204). Dikisahkan, KPU Dogiyai telah menerima
dokumen dukungan berupa surat pernyataan dukungan (model B.1KWK-Perseorangan/
surat pernyataan identitas pendukung). Surat pernyataan ini mengisikan dukungan
suara dari setiap pasangan yang lebih banyak dari batas minimal sebanyak 9.655
dukungan suara. Tahapan seperti inilah yang sudah dikehendaki bersama dan kini
telah dilakukan secara terstruktur oleh setiap warga di Indonesia.
Adanya kelancaran pelaksanaan setiap
tahapan proses seperti ini menunjukkan bahwa setiap kita adalah penentu atas keadilan
dan perdamaian Papua. Nampaknya, pemilu kali ini bisa dialami sebagai suatu
waktu terbaik dan indah. Sebab menurut pengamatan saya, kesemua tahapan pemilu
dan demokrasinya sudah bisa diikuti secara bebas, bertanggung jawab dan jujur. Melalui
kesemua tahapan pemilu tadi, kita sudah mau melibatkan diri dan dilibatkan
secara bebas untuk menciptakan suatu suasana keadilan dan perdamaian Papua. Setiap
warga dengan didorong oleh suara hatinya sendiri sudah bisa memanfaatkan
suasana keadilan dan damai dalam pemilu 2024-2029. Maka suasana keadilan dan
kedamaian ini tak bisa digantikan dengan kekerasan dan konflik karena kita
sudah melibatkan diri dan dilibatkan sebagai subjek demokrasi, beretis dan
berpancasilais.
Untuk memelihara suasana keadilan
dan perdamaian, pihak KPU daerah sampai pusat sudah menetapkan waktu secara
terukur dan tertarget. Sesuai ajaran nilai keadilan dan perdamaian Papua, keseluruhan
tahapan pemilu dalam dunia demokrasi sudah dipastikan oleh sang waktu, kita
sendiri dan bersama pihak KPU dan Bawaslu. Kita semua dikejar dan didorong oleh
waktu untuk berkerja bersama dalam semangat kolegialitas dan hubungan
timbal-balik demi mengasali diri pada suatu perdamaian abadi di Papua. Karena
itu, makna waktu dalam agenda pemilu damai 2024 adalah anugrah kebijaksanaan
tertinggi yang sudah tentunya memanggil setiap kita untuk bertindak lebih
jujur, adil dan damai demi menciptakan Papua, Tanah damai.
Makna Waktu Dalam Terang
Filsafat
Dalam dunia filsat, makna waktu
mendapat kedudukan paling utama. Para filsuf memandang waktu dari kekuatan rasionalitas yang berbeda-beda. Pandangan
budaya dari setiap filsuf juga ikut mewarnai dalam usaha memberti arti dan makna
tentang waktu dalam realitasnya hidup manusia. Menurut pandangan Filsuf Agustinus,
yang muncul di awal abad pertengahan Eropa mengatakan, waktu pada dasarnya
memiliki dua kategori yakni waktu objektif dan waktu subjektif. Sebab Agustinus
telah melihat perbedaan antara dua macam waktu dalam hubungannya dengan kehidupan
kita manusia dan segenap ciptaan. Bagi dia, yang dimaksud dengan waktu
subyektif adalah waktu yang kita rasakan di dalam batin kita. Sementara, waktu
obyektif adalah waktu sebagai mana tertera di dalam jam dan kalender. Ia adalah
hari, jam dan tanggal yang digunakan sebagai panduan oleh banyak orang di dalam
hidupya. Pada titik ini, waktu bisa disebut sebagai rumusan tetap dan bisa
berubah.
Kita bisa memahami bahwa waktu
subyektif dan waktu obyektif berjalan dengan logika yang berbeda. Bagi saya, ‘Waktu’
merupakan hukum utama yang mendasari adanya segala peristiwa dan kenyataan. Ada
dan hidup segenap realitas sudah tentunya digerakan dan ditentukan oleh waktu. Lima
tahun yang lalu, Bupati Dogiyai bersama warganya sudah membangun gedung-gedung
mewah. Lima tahun berikutnya, Bupati muda bersama warganya setia menyaksikan
gedung-gedung mewahnya mulai dibakar manusia tak bermoral. Secara obyektif,
keduanya sama, yakni peristiwa lima tahun. Namun, secara subyektif, keduanya
amatlah berbeda karena lebih menyangkut adanya nilai rasa akan realitas
universal dalam waktu dan kerja-kerja pemimpin warga selama lima tahun.
Di masa awal perkembangan ilmu
pengetahuan modern di Eropa, pandangan tentang waktu subyektif pun
disingkirkan. Yang tersisa kemudian adalah pandangan tentang waktu yang
obyektif. Di sini, waktu dipandang sebagai sesuatu yang ada secara mandiri di
luar diri manusia. Ia adalah bagian nyata dari alam yang bisa diukur.
Pandangan ini kemudian dikritik oleh
Immanuel Kant, filsuf Pencerahan asal Jerman. Ia berpendapat, bahwa waktu
adalah bagian dari akal budi manusia. Ia tidak berada di alam, melainkan di
dalam pikiran manusia. Sebagai bagian dari pikiran manusia, waktu membantu
manusia sampai pada pengetahuan tentang dunia secara lebih sempurna.
Di dalam filsafatnya, Kant sudah
menegaskan, bahwa waktu selalu terkait dengan ruang. Hal ini tak luput dari
catatan hariannya. Bahwa waktu adalah suatu gerak. Segalanya mengalir dalam
ruang dan waktu. Keutuhan kita manusia menempati dan tertaut pada ruang dan
waktu. Keduanya adalah bagian dari pikiran manusia. Pikiran bisa menentukan
diri dan nasibnya dalam cakupan waktu dan ruang. Pandangan ini dikembangkan
selanjutnya oleh Albert Einstein. Ia melihat, bahwa waktu tidak pernah bisa
dipisahkan dari ruang. Maka dari itu, ia merumuskan konsep ruang-waktu untuk
menegaskan maksudnya secara praktis.
Pada awal abad 20, Filsafat Barat
menimba banyak sekali pemikiran dari Filsafat Timur. Belajar dari sejarahnya,
tradisi Taoisme dan Buddhisme yang berkembang di Cina dan India mendapat
tekanan kuat terhadap waktu. Kebijaksanaan Waktu membuat warga Cina dan India
menjadi manusia moralis dan cerdas. Di dalam Filsafat Timur, waktu dilihat
sebagai persepsi manusia. Ia tidak bisa dipisahkan dari kedirian manusia itu
sendiri. Bahkan asal dan tujuan hidup manusia ditentukan oleh dirinya sendiri
dalam keseluruhan ruang dan waktu.
Pandangan semacam ini sudah mengakar
begitu dalam di dalam tradisi Cina dan India. Mereka melihat, bahwa waktu tak
bisa dilepaskan dari pikiran manusia. Maka dari itu, bisa juga dirumuskan,
bahwa waktu adalah aku yang berkesadaran dan bertindak bijaksana atas segenap
realitas. Jika Einstein melihat kaitan tak terpisahkan antara ruang-waktu, maka
Filsafat Timur melihat kaitan yang tak terpisahkan antara aku-waktu.
Namun, keduanya bisa dengan mudah
dihindari selama setiap dan semua kita menyadari asal, tujuan hidupnya dan
tentang bagaimana kita mewujudkannya secara adil dan damai bagi Papua. Caranya
adalah dengan menjadi alamiah. Secara alamiah, kita tahu, bahwa yang
sungguh-sungguh nyata dan ada adalah masa kini dan di sini. Apapun yang kita
kerjakan hari ini dan di sini adalah suatu kenyataan abadi. Jadi, mengapa sibuk
memikirkan masa lalu dan masa depan? Lakukan apa yang terbaik di sini dan saat
ini, tanpa beban masa lalu, tanpa ambisi akan masa depan.
Inilah kebijaksanaan tertinggi.
Ketika orang dan dengan karyanya bisa mengakarkan pada masa kini dan sini, ia
hidup dengan ketenangan batin yang dalam. Ia punya ingatan akan masa lalu,
tetapi tidak dijajah olehnya. Ia punya harapan akan masa depan yang adil dan
damai, tetapi tidak hidup di dalam bayang-bayangnya.
Waktu adalah aku yang mengikuti
pemilu damai di Papua. Aku yang siap bekerja, mengalami dan membuat sejarah
pemilu yang damai untuk Papua. Aku adalah waktu merumuskan tahapan pemilu yang
damai dan adil untuk Papua. Waktu yang membangkitkan setiap warga Indonesia
dari sejarah hitam pada masa lalu. Waktu yang membuat kita untuk mengasalkan
segalanya yang mengkut kehidupan pancasilais pada kebenaran demi kebenaran. Keduanya
sama dan tak terpisahkan dari diriku dalam kesatuan kita yang teguh, menghargai
keberagaman bangsa dan dalam bekerja atas dasar filosofi kebenaran abadi.
Pikiran kita tak bisa terpisahkan dari waktu-pemilu untuk pembangunan
perdamaian Papua, dan waktu adalah persepsi dari pikiran kita sendiri yang siap
selalu bekerja demi kedamaian Papua. Jika demikian, bagaimana kondisi pikiran
kita, pemilu yang damai di Dogiyai-Papua itu dapat didasarkan pada suatu prinsip-prinsi
dasar?
Titik Balik
Dalam keseluruhan proses perjuangan
keadilan dan pemilu damai ini, setiap kita termasuk para calon Bupati, Gubur
dan Wali Kota serta pihak KPU, Bawaslu dan jajarannya di Papua sudah memang
dituntut untuk tetap setia pada waktu. Setia memaknai dan memboboti waktu pemilu
sekarang dengan kerja jujur, berdasarkan nilai kebenaran, dijiwai oleh semangat
kolegial dan dengan adanya relasi timbal-balik. Seperti sesama warga di Papua secara
umum, prinsip-prinsip dasar ini bisa dihayati bersama baik di antara para pihak
berwewenang maupun di antara setiap warga kampungnya sendiri dengan warga
kampung lainnya dari 79 kampung, yang ada dalam 10 Distrik di Kabupaten Dogiyai
secara khusus. Kita juga memaknai momentum pemilu damai di Dogiyai-Papua dengan
berpikir reflektif dan kritis. Pemilu damai yang kita sedang bangun atas dasar
prinsip-prinsip sedemikian ini merupakan titik balik untuk kita bisa menyatukan
segenap kenyataan masa lalu dan masa depan dalam suatu suasana keadilan dan
perdamaian Papua. Dari titik inilah setiap kita bisa melaksanakan seluruh
tahapan pemilu secara benar dengan mengikuti keseluruhan proses pemilu 2024
secara kredibel, berintegritas tinggi dan bertanggung jawab secara penuh demi
menciptakan Dogiyai-Papua, Tanah damai.
Ingatlah bahwa kita tak pernah akan
berada dan hidup dalam suatu bayangan-bayangan masa depan Papua. Hanya melalui
pemilu damai di Papua, kita bisa memilih dan menetapkan pemimpin sejati; pemimpin
yang bisa mengakarkan kedaulatan keindonesiaan dan kepapuaan dari rakyat dan
untuk rakyat. Untuk menetapkan pemimpin sejati seperti ini, setiap kita akan
dipanggil untuk tetap terus didorong oleh kebenaran, bukan oleh kepentingan dan
kekuasaan kelompok tertentu. Hanya dengan cara damai dan atas dasar kebenaran
inilah, kita wajib memisahkan diri secara bebas dari dunia kekuasaan dan
kepentingan. Maka itu, setiap kita bisa
memilih TIDAK terhadap semua hal yang bertentangan dengan kepastian akan adanya
suatu suasana keadilan dan perdamaian abadi bagi masa depan Papua.
Penulis adalah alumnus pada Sekolah Tinggi Filsaf Teologi Jayapura