Merauke, DEIYAI WIYAI NEWS - Sebuah postingan di Facebook oleh aktivis kemanusiaan Papua, Emelianus Wakei, menimbulkan perdebatan hangat di kalangan masyarakat Papua. Wakei menyoroti minimnya mahasiswa asli Papua di Kampus Musamus Merauke, Papua Selatan, angkatan 2024.
Dalam postingannya, Wakei menyatakan keprihatinannya melihat kampus tersebut lebih mirip dengan kampus di luar Papua, dengan sedikit sekali mahasiswa asli Papua yang terlihat. Ia menuding bahwa orang Papua telah menjadi minoritas di wilayah tersebut dan terancam punah.
"Ini kampus Musamus Merauke Papua selatan angkatan 2024. Mahasiswa orang asli Papua tidak terlihat di kampus ini, kampus itu seperti kampus di luar Papua. Orang Papua telah menjadi minoritas adalah Fakta dan itu sudah pasti Punah," tulis Wakei dalam postingannya.
Wakei juga menyinggung dominasi bangsa Indonesia di Tanah Melanesia, yang menurutnya merupakan bukti penjajahan. Ia mengaitkan fenomena ini dengan pembangunan infrastruktur di Papua, seperti Jalan Trans Nabire Paniai yang dibangun sejak tahun 1960-an.
"Jalan Trans Nabire Paniai itu dibangun sejak tahun 1960 an. Pasti Orang Mee Moni sudah pasti Punah sejak lama itu.... Setelah Jalan Trans dibangun di Meepago 2009 - 2024 Surga kita telah Punah dan Manusianya telah dan sedang menjadi Pasien terbanyak di RSUD dan Kematian Berusia muda Paling Tinggi di Papua Tengah itu," tulis Wakei.
Wakei mempertanyakan peran pemerintah dalam melindungi hak-hak masyarakat asli Papua dan memastikan keberlanjutan budaya dan lingkungan di Papua. Ia juga mengkritik kebijakan pembangunan yang menurutnya tidak berpihak pada masyarakat Papua.
Pernyataan Wakei memicu berbagai tanggapan dari pengguna Facebook. Beberapa pengguna mendukung pernyataan Wakei, sementara yang lain menganggap pernyataan tersebut sebagai provokasi.
"Mahasiswa Papua mana mau kuliah di Papua kk Jago," tulis salah satu pengguna Facebook.
"Lebih bagus tak usah jual beli tanah," tulis pengguna Facebook lainnya.
Dalam sebuah pengakuan yang menggugah, seorang Mahasiswa Papua yang tengah menjalani semester tujuh (7) mengungkapkan fakta mengejutkan terkait populasi mahasiswa. Dari total 3000.000 mahasiswa, hanya 3 individu berasal dari Papua asli di angkatan 2024. Pengakuan ini memperlihatkan ketimpangan yang signifikan dalam representasi mahasiswa asli Papua di lingkungan pendidikan tinggi. Dengan latar belakang ini, pertanyaan kritis tentang adanya kebobrokan inklusivitas dan keberagaman dalam pendidikan tinggi menjadi semakin relevan.
Perdebatan ini menunjukkan bahwa isu dominasi pendatang di Papua, khususnya di bidang pendidikan dan ekonomi, masih menjadi topik sensitif dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.
Reporter: Ernest Pugiye