(Peserta diskusi publik "Dibalik Operasi Militer, Pemekaran, dan Investasi: Siapa yang Diuntungkan?" berfoto bersama usai kegiatan di Nabire | Dokumentasi Dianus You untuk DEIYAI WIYAI NEWS.COM)
Nabire, DEIYAI WIYAI NEWS - Solidaritas Pelajar dan Mahasiswa se-Indonesia Peduli Provinsi Papua Tengah menggelar diskusi publik bertajuk "Dibalik Operasi Militer, Pemekaran, dan Investasi. Siapa yang Diuntungkan?" Kegiatan ini berlangsung pada Jumat, 25 Juli 2025, di Kota Nabire, dan menghadirkan dua pemantik diskusi, yakni Warpo Sampari Wetipo dan Marselino Pigai.
Diskusi ini membedah arah kebijakan negara terhadap Papua, yang dinilai cenderung memosisikan rakyat Papua dan sumber daya alamnya sebagai objek eksploitasi.
Berbagai kebijakan pembangunan dipandang berangkat dari perspektif Jakarta, dilakukan secara masif, terstruktur, dan sistematis, lalu dilegalkan melalui instrumen negara seperti Undang-Undang dan aparat penegak hukum (TNI/Polri) demi meloloskan kepentingan kelompok oligarki dan kapitalis.
Sejarah mencatat, keberadaan militer Indonesia di Papua bermula dari pengumuman Trikora oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961.
Operasi militer tersebut dipimpin langsung oleh Panglima Komando Mandala saat itu, Soeharto, dan terus berlanjut dalam berbagai bentuk hingga kini, menimbulkan korban jiwa dan memaksa sebagian warga Papua mengungsi ke luar wilayah.
Pada masa Orde Baru, setelah Soeharto menjadi presiden ke-2 Republik Indonesia, operasi militer dilancarkan secara masif di berbagai wilayah, seperti Arso, dengan dalih mengatasi Gerakan Pengacau Keamanan (GPK)/TPNPB.
Dalam situasi tersebut, masyarakat mengalami intimidasi, termasuk tekanan terhadap kepala-kepala suku untuk melepaskan lahan mereka yang kemudian dialihfungsikan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit.
Polanya terus berulang hingga kini. Operasi militer di wilayah-wilayah kaya sumber daya seperti Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Yahukimo, dan Oksibil kembali meningkat.
Di era reformasi, kebijakan seperti Undang-Undang Minerba memperkuat sentralisasi perizinan pertambangan di Jakarta, sementara keterlibatan TNI dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dinilai semakin mengikis prinsip supremasi sipil dalam negara demokratis.
Diskusi ini diadakan sebagai wadah konsolidasi antara pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Papua, khususnya yang berada di Nabire, untuk bersama-sama membaca situasi dan mencari jalan keluar dalam menghadapi dinamika yang terjadi.
Penulis: Dianus You
Editor: Jhon Minggus Keiya