Tatapanmu tajam bagaikan belati malam menusuk dada tanpa suara
Membekukan harapan dalam napas terakhir jiwa
Di balik bola matamu terkunci dunia penuh bara
Tak ada pelukan
Tak ada kata
Hanya dingin yang membakar luka.
Aku lihat bayangan dendam bercermin di bening matamu
Seakan kasih telah mati dan manusia tak lebih dari debu.
Saat jiwaku terjerat dalam labirin kuasamu
Tak ada senyum tulus terpancar dari raut wajah.
Aku dipandang ibarat anak tanpa induk
Aku dengan tulus kau pake akal bulus
Matamu sinis menatapku sadis
Aku datang dengan niat dan harapan
Tapi aku disambut curiga
Dengan senyum basa-basi
Dan tugas yang tak pernah adil dibagi.
“Bisa apa kamu?”
Katamu dalam diam
Tanganku diukur
Bukan dari kemampuan
Tapi dari warna kulit dan tempat lahir
Seolah aku bukan bagian dari negeri ini.
Aku lawan dengan cara yang jujur
Dengan tekun yang tak perlu panggung
Karena diriku tahu
Nilai manusia tak ditentukan oleh prasangka.
Langkahku terhenti di simpang ragu
di mana arah dan makna saling bersilang tanpa suara
Entah sampai kapan kita dapat bercumbu
Bukankah kau yang datang dahulu mencariku ?
Kau dan aku bagai orang asing yang bertamu
Dan kau asingkan hakku.
Dalam diam, aku tahu sebuah kebenaran yang tak bisa dibantah
Tatapan kejam itu akan pudar saat kebenaran bersuara
Aku tetap melangkah menuju hari di mana keadilan tak lagi buta warna.
Jika sapa saja sudah tak mungkin bagimu
Izinkan aku kibarkan kejoraku.
Jhon Minggus Keiya
Polres Nabire, 30 April 2025