Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Part 1 - Ketika Papua Bicara, Indonesia Memilih Diam

Jumat, 25 Juli 2025 | Juli 25, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-25T10:36:55Z

Oleh
Jhon Minggus Keiya


Di tengah gelombang besar yang disebut “rakyat Indonesia”, hanya segelintir orang yang benar-benar memahami dan peduli terhadap derita saudara mereka di Papua. Ketika orang asli Papua turun ke jalan, menyuarakan ketidakadilan, mempertanyakan perampasan tanah adat, atau sekadar ingin didengar sebagai manusia merdeka di tanah kelahirannya sendiri, suara dari belahan barat negeri ini kerap sunyi. Bahkan lebih dari itu, banyak yang justru mencaci, memaki, dan melabeli kami sebagai separatis, pemberontak, atau pengacau keamanan.

Tak sedikit pula yang secara membabi buta memihak kepada institusi negara yakni TNI dan POLRI, tanpa terlebih dahulu memahami akar persoalan yang terjadi di Tanah Papua.

Padahal, perjuangan Komnas TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) tidak lahir dari ruang hampa. Organisasi ini bukan kumpulan atau gerombolan tanpa arah. Mereka adalah simbol dari akumulasi luka panjang, pengkhianatan sejarah, dan trauma kolektif sebuah bangsa yang tak pernah mendapat ruang adil di pangkuan Ibu Pertiwi.

TPNPB bertahan di hutan bukan tanpa alasan. Mereka bersembunyi dan bertahan karena negara gagal menyediakan ruang demokratis dan perlindungan bagi hak hidup mereka sebagai manusia Papua. Mereka melawan bukan karena benci Indonesia, tetapi karena cinta terhadap tanah leluhur mereka yang kian hari kian dirampas, dikoyak oleh kepentingan modal dan kekuasaan. Tanah dijual, hutan digunduli, air dicemari, dan manusia Papua dipaksa hidup dalam ketakutan serta pengawasan terus-menerus.

Di tengah kondisi ini, ironisnya, Indonesia justru semakin menyerahkan kedaulatannya kepada kekuatan asing. Dalam praktiknya, sumber daya alam negeri ini dijual murah kepada korporasi raksasa asing, termasuk dari Amerika Serikat. Tanpa suara dan protes lantang dari rakyat, negara ini perlahan tergadaikan. 

  • Apakah ini yang disebut “menjaga keutuhan NKRI”? 
  • Apakah rakyat Indonesia masih vokal ketika kepentingan asing perlahan mengikis martabat bangsa?

Pertanyaan ini perlu dijawab bersama. Jika rakyat Indonesia benar-benar mencintai negerinya, maka mereka juga harus mencintai dan membela seluruh rakyatnya termasuk orang asli Papua. 

Tidak cukup hanya berteriak “NKRI harga mati” sambil memalingkan muka dari fakta penindasan yang nyata. Nasionalisme sejati tidak hanya mengibarkan bendera, tetapi juga memperjuangkan keadilan dari Sabang sampai Merauke, tanpa kecuali.

Kini, mari kita lihat bersama ke mana bangsa ini akan menuju. Apakah kita akan menjadi bangsa yang adil, merdeka, dan berdaulat di atas tanah sendiri? Atau justru menjadi bangsa yang bisu, yang membiarkan sebagian rakyatnya terus terluka, dan perlahan menjual dirinya kepada kekuatan asing?

Waktu yang akan menjawabnya. Tetapi suara kita hari ini menentukan arah sejarah besok. Diam adalah kejahatan ketika ketidakadilan merajalela.



(*Penulis adalah Alumnus Universitas Satya Wiyata Mandala Nabire, FKIP, Pendidikan Bahasa Inggris dan pengajar di SMA Negeri 1 Dogiyai sebagai guru honorer tidak tetap).
TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update