Kesekian purnama ku lalui di mama kota, Pulau Dewata
Dikarena merindu yang menggebuh-gebuh
Membawa ragaku kembali ke Pulau Surga
Bandara Douw Aturure, dibawah terik menyengat menjemput daku
Hening sesalku
Aku hirup nafas mendalam dan hembuskan perlahan
Aneh...! seakan paru-paru tak ada guna
Udara dan hawa kini tak serupa dulu
Ada apakah gerangan !?
Inikah rasanya...
Setelah surgaku dipecah belah menjadi enam, tanyaku ?
Inikah nasibku...
Setelah rimbahku digusur untuk kepentingan penguasa, pikirku !
Masa-masa yang telah silam
Aku berjalan dan berlarian tanpa alas kaki
Bumi tak menolak pijakanku
Ia persilahkan daku dengan tersenyum menapakinya
Bumi tak menolak keadaanku
Walaupun aku tak berpakaian mewah
Ia Menerima aku terus berdamping dan saling menjaga
Air mata nyaris tercurah melihat rimbaku dimusnah
Nampak manja dahulu sudah berubah
Kesejukan dulu, aku tak merasakannya kini
Daku masih menyayangimu surgaku yang ku puja
Jangan hukummu berlaku untuk semua
melainkan pada mereka yang menyiksamu
Wahai para penguasa... !!!
Dimanakah nuranimu
Bukankah karma berlaku untuk anak cucu kedepannya
Wahai para penguasa...!!!
Jaga dan lestarikan hutan agar tetap utuh
Janganlah Rimbah Dimusnah
Janganlah merusak hidupku
Aku ingin hidup lebih lama di jagat ini